BAB III
TANGGUNG JAWAB SOSIAL
DAN ETIKA DALAM MANAJEMEN STRATEGIS
Tanggung
Jawab Sosial (Social Responbility)
merupakan Etika mempengaruhi perilaku pribadi di lingkungan kerja atau suatu
usaha bisnis untuk menyeimbangi komitmennya terhadap kelompok dan individu
dalam lingkungannya. Contohnya adalah : bertanggung jawab terhadap investor,
untuk memaksimalkan profit, karyawan, konsumen, dan bisnis lainnya. Tanggung
jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) dapat didefinisikan sebagai
bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan eksternal perusahaan melalui
berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka penjagaan lingkungan, norma
masyarakat, partisipasi pembangunan, serta berbagai bentuk tanggung jawab
sosial lainnya.
Selain definisi diatas masih ada definisi lain mengenai
CSR yakni Komitmen perusahaan dalam pengembangan ekonomi yang berkesinambungan dalam kaitannya
dengan karyawan beserta keluarganya, masyarakat sekitar dan masyarakat luas
pada umumnya, dengan tujuan peningkatan kualitas
hidup mereka (WBCSD, 2002).
Sedangkan menurut Commission
of The European Communities, 2001, mendefinisikan CSR sebagai aktifitas
yang berhubungan dengan kebijakan-
kebijakan perusahaan untuk
mengintegrasikan penekanan pada bidang sosial
dan lingkungan dalam operasi
bisnis mereka dan interaksi dengan stakeholder .
Corporate Social
Responsibility (CSR) menjadi tuntutan tak terelakan seiring
dengan bermunculannya tuntutan komuniats terhadap korporat. Korporat sadar
bahwa keberhasilannya dalam mencapai tujuan bukan hanya dipengaruhi oleh faktor
internal melainkan juga oleh komuniats yang berada di sekelilingnya. Ini
artinya, telah terjadi pergeseran hubungan antara korporat dan komunitas (stakeholders).
Korporat yang semula memposisikan diri sebagai pemberi donasi melalui kegiatan charity dan phylantrophy,
kini memposisikan komunitas sebagai mitra yang turut andil dalam kelangsungan
eksistensi korporat.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh korporat untuk
menjalin hubungan kemitraan yang baik dengan komunitas adalah melalui program
community relations (CR). CR merupakan peningkatan partisipasi dan posisi
organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya untuk kemashlahatan
bersama bagi organisasi dan komunitas. CR juga merupakan cara berinteraksi
dengan berbagai publik yang saling terkait dengan operasi organisasi. Selain
CR, juga dikenal adanya program Community
Development (CD). CD adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang
diselenggarakan secara sistematis, terencana, dan diarahkan untuk memperbesar
akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi, dan kualitas kehidupan
yang lebih baik.
3.1. Tanggung Jawab Sosial Para Pengambil Keputusan
Strategis
a. Pengertian Pengambilan Keputusan
Pengambilan
keputusan (Decision Making) melukiskan proses pemilihan suatu arah tindakan
sebagai cara untuk memecahkan suatu masalah tertentu.
Tiipe-Tipe
Keputusan Manajerial :
·
Keputusan
terprogram (programmed decisions) adalah merupakan
“keputusan yang diambil berdasarkan kebiasaan, peraturan, atau prosedur
tertentu. Keputusan terprogram digunakan untuk mengatasi masalah yang rumit
maupun yang sepele. Bila suatu masalah terjadi lagi dan jika unsur komponennya
dapat ditentukan, diramalkan atau dianalisis, maka masalah tersebut dapat
dipecahkan dengan pengambilan keputusan terprogram.
·
Keputusan
tidak terprogram (nonprogrammed decisions) adalah keputusan
untuk memecahkan masalah yang luar biasa atau masalah istimewa. Jika suatu
masalah jarang sekali muncul sehingga tidak tercakup oleh suatu kebijakan atau
sedemikian penting sehingga memerlukan perlakuan khusus, maka masalah tersebut
harus ditangani dengan suatu keputusan tidak terprogram. Kalau seseorang berada
pada posisi yang lebih tinggi dalam heirarkhi organisasi, kemampuan untuk
mengambil keputusan tidak terprogram menjadi lebih penting karena secara
progresif lebih banyak keputusan tidak terprogram yang diambil. Karena alasan
tersebut, kebanyakan program pengembangan manajemen berusaha meningkatkan
kemampuan manajer untuk mengambil keputusan tidak terprogram, biasanya dengan
mengajar mereka menganalisis masalah secara sistematik dan membuat keputusan
yang nalar.
b. Tanggung
Jawab Perusahaan Bisnis
Dari
sudut pandang strategis, suatu perusahaan bisnis perlu mempertimbangkan
tanggung jawab sosialnya bagi masyarakat di mana bisnis menjadi bagiannya.
Sejarah bisnis dan masyarakat secara jelas menunjukkan bahwa ketika bisnis
mengabaikan tanggung jawabnya terhadap stakeholder, masyarakat cenderung
menanggapi melalui pemerintah untuk membatasi otonomi bisnis. Organisasi bisnis
harus mengenali semua tanggung jawab sosial mereka jika mereka ingin mempunyai
otonomi yang sangat penting pengaruhnya bagi efektivitas dan efisiensi
organisasi.
·
Pandangan
Tradisional Friedman Mengenai Tanggung Jawab Bisnis
Alasan
lain bagi praktik-praktik organisasi yang menimbulkan pertanyaan adalah
perbedaan nilai antara manajemen puncak dan stakeholder kunci dalam lingkungan kerja.
Beberapa pelaku bisnis percaya bahwa maksimimasi keuntungan adalah tujuan utama
perusahaan mereka, sementara perhatian terhadap kepentingan kelompok merupakan
tujuan penting lainnya, seperti merektut kelompok minoritas dan perempuan, atau
keamanan dalam lingkungan mereka.
Ekonom
Milton Friedman, dalam sarannya untuk kembali ke konsep ekonomi laissez-faire dengan sedikit aturan
pemerintah, menolak konsep tanggung jawab sosial perusahaan. Jika pelaku bisnis
bertindak bertanggung jawab dengan memotong harga produk perusahaan untuk
mencegah inflasi, menyediakan biaya untuk menanggulangi polusi, atau merekrut
pengangguran, maka orang itu, menurut Friedman, menghabiskan uang pemegang
saham bagi kepentingan masyarakat umum. Bahkan dengan ijin dari para pemegang
saham atau dukungan untuk melakukan hal tersebut, pelaku bisnis masih bertindak
berdasarkan motif-motif lain selain motif ekonomi, dan pada jangka panjang,
akan merusak masyarakat yang hendak ditolong oleh perusahaan. Dengan mengambil beban
biaya sosial, bisnis menjadi kurang efisien; baik harga meningkat untuk
membayar kenaikan biaya, atau melakukan investasi pada aktiftas-aktifitas baru,
usaha penelitian, pabrik dan peralatan menjadi tertunda. Hal tersebut
berpengaruh negatif-mungkin bahkan fatal-terhadap efisiensi jangka panjang
bisnis. Friedmen menganggap tanggung jawab sosial suatu bisnis sebagai
"doktrin untuk menggulingkan pemerintahan secara mendasar" dan
menyatakan bahwa "hanya ada satu tanggung jawab sosial bisnis- menggunakan
sumber daya dan terlibat dalam aktifitas yang dirancang untuk meningkatkan
keuntungan bisnis sepanjang hal tersebut berada dalam aturan main, yang dapat
dikatakan, terlibat dalam persaingan terbuka dan bebas tanpa kejahatan
penipuan".
Friedman
yang mendukung perusahaan bebas di puji dan sekaligus di kritik. Pelaku bisnis
cenderung setuju dengan Friedman karena pandangannya sesuai tidak hanya dengan
kepentingan pelaku bisnis , tetapi juga dengan hirarki nilai-nilai mereka.Hal
tersebut jelas sesuai dengan alasan yang di berikan oleh CEO Stride Rite untuk
memindahkan produksi ke luar kota .
Secara
keseluruhan, pelaku bisnis tampaknya memperhatikan kebutuhan sebagai
stakeholder, tetapi membatasi tanggung jawab sosial mereka pada hal-hal yang
secara jelas akan memanfaatkan perusahaan dalam hal peningkatan
penjualan,pengurangan biaya , atau pengurangan aturan pemerintah.Pandangan yang
sempit mengenai tanggung jawab sosial terhadap masyarakat perupakan akibat
konflik antara korporasi bisnis dan stakeholder tertentu dalam lingkungan
kerjanya.
·
Empat
Tanggung Jawab Sosial Menurut Carroll
Carroll
menyatakan bahwa manajer organisasi bisnis memiliki empat tanggung jawab yaitu ekonomi, hukum, etika dan kebebasan
memilih (discretionary), yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini :
Keempat tanggung jawab menurut carroll adalah sebagai
berikut :
1. Tanggung jawab ekonomi
Manajemen organisasi bisnis adalah memproduksi barang dan
jasa yang bernilai bagi masyarakat sehingga perusahaan dapat membayar kreditur
dan pemegang saham
2. Tanggung jawab hukum
Ditentukan oleh pemerintah, dimana manajemen perusahaan
diharapkan taat kepada hukum
3. Tanggung jawab etika
Dari suatu manajemen organisasi adalah mengikuti keyakinan
umum mengenai bagaimana orang harus bertindak dalam suatu masyarakat. Sebagai
contoh, masyarakat pada umumnya mengharapkan perusahaan bekerjasama dengan
pegawai dan komunitas di dalam membuat rencana pemecatan, bahkan sekalipun
tidak ada hukum yang menuntut hal tersebut. Orang-orang yang terpengaruh akan
sangat putus asa jika manajemen organisasi tidak dapat bertindak sesuai dengan
nilai-nilai etika yang berlaku secara umum.
4. Tanggung jawab kebebasan memilih
Sebaiknya kewajiban yang oleh perusahaan diasumsikan murni
bersifat suka rela. Sebagai contoh cinta sesama, kontribusi, pelatihan
orang-orang yang tidak punya pekerjaan, dan yang menyediakan pusat-pusat
pemeliharaan . Perbedaan antara etika dan tanggung jawab kebebasan memilih
adalah beberapa orang berharap organisasi memenuhi tanggung jawab kebebasan
memilih, sedangkan banyak orang berharap organisasi memenuhi etika.
Dari keempat tanggung jawab tersebut,
tanggung jawab ekonomi dan hukum dinilai sebagai tanggung jawab dasar yang
harus dimiliki perusahaan. Setelah tanggung jawab dasar terpenuhi maka
perusahaan dapat memenuhi tanggung jawab sosialnya yakni dalam hal etika dan
kebebasan memilih.
Empat tanggung jawab dituliskan berdasarkan tingkat
pentingnya. Perusahaan bisnis, pertama-tama harus membuat keuntungan untuk
memuaskan tanggung jawab ekonominya. Agar dapat terus bertahan, perusahaan
harus memenuhi hukum, dengan demikian ia memenuhi tanggung jawab hukumnya.
Setelah tanggung jawab dasar terpenuhi, perusahaan harus berusaha memenuhi
tanggung jawab sosialnya. Perusahaan kemudian dapat memenuhi tanggung jawab
etika dengan melakukan hal-hal yang bernilai tetapi tidak ada dalam hukum.
Setelah memenuhi tanggung jawab etika, perusahaan dapat menfokuskan diri pada
tanggung jawab kebebasan memilih -tindakan sukarela yang tidak dianggap penting
oleh masyarakat. Contoh tanggung jawab kebebasan memilih adalah proyek pilot
Volkswagen untuk merancang mobil untuk dirakit ulang dan didaur ulang.
·
Alasan-alasan untuk Menjadi Tanggung Jawab Secara Sosial
Argumen-argumen
yang berkaitan dengan perilaku manjemen perusahaan bisnis dalam hal
tanggung jawab sosial dapat diringkas menjadi :
1. Moralitas : Perusahaan harus bertanggung jawab kepada banyak pihak
yang berkepentingan terutama terkait dengan nilai-nilai moral dan keagamaan
yang dianggap baik oleh masyarakat. Hal tersebut bersifat tanpa mengharapkan
balas jasa.
2. Pemurnian Kepentingan Sendiri : Perusahaan harus bertanggung jawab
terhadap pihak-pihak yang berkepentingan karena pertimbangan kompensasi.
Perusahaan berharap akan dihargai karena tindakan tanggung jawab mereka baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
3. Teori Investasi : Perusahaan
harus bertanggung jawab terhadap stakeholder karena tindakan yang dilakukan
akan mencerminkan kinerja keuangan perusahaan.
4. Mempertahankan otonomi : Perusahaan
harus bertanggung jawab terhadap stakeholder untuk menghindari campur tangan
kelompok-kelompok yang ada didalam lingkungan kerja dalam pengambilan keputusan
manajemen.
c. Berkelanjutan : Lebih dari Lingkungan
Sebagai suatu istilah,
sustainabililty dapat mencakup lebih dari sekedar keprihatinan ekologi dan
lingkungan alam. Ekologi, yang menitikberatkan pada
keseimbangan antara manusia dan alam lingkunganya banyak dipengaruhui oleh
proses produksi. Sebagai contoh maraknya penebangan hutan sebagai bahan dasar
industry perkayuan. Perburuan kulit ular yang diperuntukan industry kerajinan
kulit. Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak maupun racun yang
merusak alam sekitar.
Aktivitas bisnis
terutama sektor industri, seringkali menimbulkan dampak lingkungan yang
negatif. Dalam berbagai proses produksi dihasilkan gas polutan atau limbah
bentuk padat dan cair. Dampak dari pelimbahan yakni merosotnya mutu lingkungan
yang secara langsung menyebabkan merosot pula mutu hidup masyarakat sekitarnya.
Udara yang dihirup menjadi tercemar. Selain itu, limbah banyak berupa racun
yang dapat mengancam kelangsungan hidup masyarakat.
Jika kasus
pelimbahan dan polutan sudah tak terkendalikan lagi, maka sudah menunjukkan
terjadinya penyimpangan etika bisnis dan degredasi tanggungjawab sosial dari
pelaku-pelaku bisnis. Padahal biaya kompensasi untuk merehabilitasi lingkungan
yang rusak jauh lebih mahal, juga biaya itu hanya sebagian kecil saja yang
ditanggung pelaku bisnis, sebagian besar lainnya justru ditanggung oleh anggota
masyarakat yang bersangkutan, atau subsidi dari pemerintah.
Ternyata,
berbagai aktivitas bisnis memerlukan filosofi bisnis, yakni etika bisnis dan
tanggungjawab sosial, yang harus benar-benar di realisasikan, antara lain untuk
meredam terjadinya dampak internal atau eksternal yang negatif. Dengan diterapkannya etika bisnis yang disertai
tanggungjawab sosial, bisnis akan tumbuh dan berkembang karena terciptanya
iklim dan lingkungan yang kondusif. Bisnis dalam kondisi yang
demikian diharapkan bisa memacu terjadinya pemerataan.
Organisasi seperti
Comptronix hidup dalam sosial dan etika. Mereka hidup karena masyarakat atau
karena segmennya membutuhkan produk atau jasa tertentu, dan mereka dapat terus
hidup secara relatif tidak terjadi pemeriksaan sepanjang mereka bertanggung jawab
terhadap tindakan mereka dan menyatakan perannya terhadap masyarakat yang lebih
luas. Oleh karena itu, manajemen harus terus-menerus peduli terhadap
variabel-variabel dan kekuatan-kekuatan dalam lingkungan kerja perusahaan dan
lingkungan sosial yang lebih besar.
d. Perusahaan Stakeholders
Konsep
bahwa bisnis harus bertanggung jawab secara sosial merupakan seruan dengan
pertanyaan "Bertanggung jawab kepada siapa?"
Lingkungan
kerja meliputi sejumlah besar kelompok dengan berbagai kepentingan dalam aktivitas
organisasi bisnis. Kelompok itu disebut stakeholder karena mereka mempunyai
kepentingan langsung - mereka mempengaruhi atau dipengaruhi - dalam pencapaian
tujuan perusahaan. Apakah seharusnya perusahaan hanya bertanggung jawab kepada
kelompok tersebut, atau apakah perusahaan mempunyai tanggung jawab yang sama
kepada mereka semua ?
Sebagaimana
ditunjukkan dalam contoh Strike Rite, kecenderungan perusahaan bisnis di
Amerika Utara untuk memindahkan aktivitas pemanufakturannya ke negara-negara
dengan upah rendah, telah menciptakan kebencian, tidak hanya diantara anggota
serikat tetapi juga diantara karyawan dan stake holder bukan karyawan. Untuk
memuaskan satu kelompok orang katakanlah pemegam saham, manajemen akan
menciptakan masalah dengan kelompok kepentingan yang lain. Reaksi negatif akan
semakin hebat khususnya jika ada operasi perusahaan asing atau kontraktor yang
menyalahgunaan pekerja, dan memberi upah
yang tidak cukup untuk kebutuhan-kebutuhan dasar kehidupan.
Semakin
banyak kritik ditujukan terhadap peningkatan kekayaan pemegang saham sebagai
tujuan utama aktivitas bisnis. Dalam bukunya Tyranny of Bottom Line: Holding Corporations Accountable, Ralp Estes
menunjukkan bahwa selain pemegang saham, ada banyak pihak yang melakukan
investasi besar dalam suatu bisnis. Para investor tersebut adalah pekerja,
pelanggan, dan para pembayar pajak komunitas yang mendukung perusahaan. Estes
mengatakan "investor yang terlupakan itu disebut stakeholder, dan mereka
memiliki utang secara akuntansikarena mereka
melakukan investasi yang sangat besar dengan memberikan sumber daya yang
bernilai, yang tidak hanya berupa uang, tetapi juga pekerjaan mereka, karir,
dan kadang-kadang hidup mereka kepada perusahaan.
Analisis
Stakeholder
Analisis
stakeholder (analisis pemangku kepentingan)
adalah identifikasi dan evaluasi perusahaan stakeholder, ini dapat
dilakukan dalam proses tiga langkah yaitu :
- Langkah pertama dalam analisis pemangku
kepentingan adalah mengidentifikasi stakeholder utama, mereka yang memiliki
hubungan langsung dengan perusahaan dan yang memiliki daya tawar yang cukup
untuk secara langsung mempengaruhi kegiatan perusahaan. Stakeholder utama
secara langsung dipengaruhi oleh korporasi dan biasanya termasuk pelanggan,
karyawan, pemasok, stakeholder, dan kreditur. Aspek sosial dari tanggung
jawab sosial ini terkait dengan stakeholder korporat yaitu pemerintah, NGO dan
organisasi sejenis, konsumen beserta keluarga, karyawan dan keluarga, investor,
rekan bisnis, dan komunitas lokal. Stakeholder tersebut mengharapkan korporat
bertindak penuh tanggung jawab (membawa keuntungan bagi mereka) dan masyarakat
luas pada umumnya. Jika harapan tersebut tidak terwujud, dapat saja stakeholders
melakukan tindakan yang dapat mengancam kesuksesan korporat dalam menjalankan
operasi/bisnisnya.
- Langkah kedua, dalam analisis stakeholder adalah
mengidentifikasi stakeholder sekunder - mereka yang hanya memiliki saham tidak
langsung pada perusahaan tetapi juga dipengaruhi oleh kegiatan perusahaan. Ini
biasanya termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM seperti greenpeace), aktivis,
masyarakat lokal, asosiasi perdagangan, pesaing, dan pemerintah. Karena
hubungan korporasi dengan masing-masing stakeholder biasanya tidak termasuk
dalam setiap perjanjian tertulis atau lisan, ada ruang untuk kesalahpahaman. Seperti
dalam kasus LSM dan aktivis, sebenarnya bisa ada hubungan tetapi tidak sampai
masalahnya berkembang- biasanya dibesarkan oleh stakeholder. Dalam melakukan
kegiatan, stakeholder tidak mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk memenuhi
responsibilitas ekonomi atau hukum. Selain dari pesaing, stakeholder sekunder
biasanya tidak dipantau oleh perusahaan dalam mode sistematis. Sebagai
hasilnya, hubungan biasanya didasarkan pada seperangkat asumsi yang perlu
dipertanyakan tentang kebutuhan masing-masing dan keinginan. Meskipun
stakeholder mungkin tidak secara langsung mempengaruhi profitabilitas jangka
pendek perusahaan, tindakan mereka bisa menentukan reputasi sebuah perusahaan
dan dengan demikian perusahaan memerlukan kinerja jangka panjang.
- Langkah ketiga, dalam analisis stakeholder
adalah untuk memperkirakan efek pada setiap kelompok stakeholder dari setiap
keputusan strategis tertentu. Karena kriteria keputusan utama biasanya ekonomi,
ini titik di mana pemangku kepentingan sekunder mungkin diabaikan atau
diabaikan sebagai tidak penting. Untuk sebuah
perusahaan untuk memenuhi tanggung jawabnya etis atau discretionary, serius
harus mempertimbangkan kebutuhan dan keinginan pemangku kepentingan sekunder
dalam setiap keputusan strategis. Sebagai contoh, berapa banyak kelompok
stakeholder tertentu akan kehilangan atau mendapatkan? apa alternatif lain yang
mereka miliki untuk menggantikan apa yang mungkin hilang.
e. Masukan Pemangku Kepentingan (Stakeholder)
Perusahaan
berdiri dan berkembang di dalam masyarakat tentunya dalam perkembangan tersebut
tidak hanya mulus dan tanpa adanya masalah dalam keseharian berjalannya
perusahaan. Terkadang timbul tekanan-tekanan baik dari luar perusahaan ataupun
dari dalam perusahaan. Tekanan ini sifatnya tidak selalu buruk, terkadang
tekanan justru memberikan peluang bagi perusahaan untuk terus berkembang dan
membesarkan perusahaan.
Argumen bahwa perusahaan menempatkan kepentingan stakeholder
diatas kepentingan shareholder bisa jadi benar, asalkan definisi dari
stakeholder juga jelas. Sebenarnya pemegang saham adalah bagian dari
stakeholder, bukan sesuatu yang terpisah. Namun shareholder adalah pemangku
kepentingan utama. Karena apa? Karena pemegang saham menanamkan modalnya dalam
perusahaan dimana sekaligus juga menanggung risiko kehilangan modalnya.
Sedangkan pemangku kepentingan lainnya, tidak secara langsung memiliki
keterkaitan dalam penyertaan modal perusahaan.
Stakeholder Value Perspective mengutamakan
tanggung jawab di atas profitabilitas dan melihat organisasi terutama sebagai
koalisi untuk melayani semua pihak yang terlibat. Pendukung Stakeholder Value
percaya bahwa sukses suatu organisasi seharusnya diukur dengan kepuasan
diantara seluruh stakeholder dan melihat manajemen stakeholder sebagai alat dan
tujuan. Mereka percaya bahwa tanggungjawab sosial (social responsibility)
adalah urusan perusahaan dan klaim masyarakat paling baik dilayani dengan
mengejar kepentingan bersama dengan intensi meningkatkan kekayaan bersama.
Pendukung perspektif ini menolak memberi pemegang saham klaim moral yang lebih
tinggi pada organisasi daripada pemberi sumberdaya lainnya. Mengakui klaim
moral oleh stakeholder lainnya (selain pemegang saham) berarti memasukkan nilai
selain nilai keuangan ke dalam spektrum apa yang harus dikejar oleh organisasi.
Manajemen stakeholder bukan hanya
instrumental dalam menciptakan nilai bagi pemegang saham, namun normative.
Karena memiliki karyawan yang bermotivasi tinggi dan membina kepercayaan tinggi
dari seluruh pihak yang berhubungan dengan perusahaan, mengejar kepentingan
bersama dari seluruh stakeholder tidak hanya lebih adil, namun juga
memaksimalkan kekayaan masyarakat (social wealth).
3.2. Etika Pengambil Keputusan
Etika berhubungan
dengan nilai-nilai internal yang merupakan bagian dari budaya
perusahaan dan membentuk keputusan yang berkaitan dengan tanggung jawab
sosial yang berhubungan dengan lingkungan
eksternal. Praktek bisnis yang etis atau tidak
etis biasanya mencerminkan nilai-nilai, sikap, keyakinan dan
pola perilaku dari budaya organisasi , maka etika adalah masalah
organisasi sekaligus masalah pribadi.
Hampir
semua dilema etika melibatkan suatu konflik antara kebutuhan sebagian dan
keseluruhan - individu versus organisasi, organisasi versus masyarakat. Contoh, haruskah sebuah
perusahaan menerapkan pengujian alkohol dan obat-obat terlarang untuk para
karyawan yang dapat memberikan manfaat bagi organisasi, tetapi mengurangi
kebebesan individu karyawan.
Mengembangkan
kode etik merupakan cara yang bermanfaat untuk mempromosikan perilaku etis.
Sekitar separuh dari perusahaan di AS sekarang menggunakan kode etik. Sebagian
besar manajer setuju bahwa kode etik perusahaan dan pelatihan mengenai etika
akan membantu mereka memahami isu-isu etika dan mengarahkan aktivitas
keseharian mereka.
a. Beberapa
Alasan untuk Perilaku Tidak Etis
Beberapa perusahaan menggunakan tindakan-tindakan yang dipertanyakan,
tindakan tidak etis atau tidak legal. Mereka menyatakan sisi gelap pembuatan
keputusan perusahaan dan mendukung pihak-pihak yang menyukai
peraturan-peraturan pemerintah, dan kurang menghargai otonomi bisnis. Tanpa
ragu, manajemen puncak dari beberapa perusahaan membuat keputusan yang lebih
menekankan pada keuntungan jangka pendek atau keuntungan pribadi, daripada
usaha untuk menjalin hubungan jangka panjang pemerintah, masyarakat lokal,
pemasok, pelanggang dan pekerja. Selama tahun 1980, 11 persen perusahaan
terbesar di AS dinyatakan bersalah karena suap, penipuan, penghindaran pajak,
atau dalam penetapan harga.
Praktik-praktik yang dipertanyakan itu diteliti dalam masa-masa sekarang
salah satunya : Kejahatan penipuan, suap, atau dalam hal penetapan harga di
perusahaan-perusahaan pada semua ukuran dan lokasi ( sebagai contoh ,
perusahaanpesawat terbang menjual komponen-komponen rusak dan dengan harga yang
berlebihan, PharMor's mengubah laporan keuangannya untuk meningkatkan
pendapatan; Fiat menyuap para politikus Italia; dan Drexel Burnham Lamberts
terlibat dalam mail, wire, dan kejahatan penipuan keamanan)
- Relativisme
Moral
Tantangan serius bagi penelitian mengenai etika dan perilaku-perilaku etis
merupakan doktrin relativisme moral. Secara singkat, relativisme moral
mengatakan bahwa moral bersifat relatif pada beberapa pribadi, sosial
atau standar budaya, dan tidak ada standar yang lebih baik dibanding standar
lainnya.
Pada waktu tertentu, sebagian besar manajer mungkin
menggunakan satu dari empat tipe relativisme. Adapun ke empat tipe
relativisme :
1. Naive Relativism, yakni keyakinan bahwa
semua keputusan moral adalah sangat pribadi dan individu memiliki hak untuk
menjalani hidupnya.
2. Role Relativism, yakni melakukan peran
sosial disertai dengan kewajiban hanya pada peran tersebut,
3. Social Group Relativism, yakni
kepercayaan bahwa moralitas adalah suatu hal yang menyertai norma-norma suatu
kelompok.
4. Cultural Relativism, yakni bahwa
moralitas tergantng pada budaya tertentu dalam masyarakat tertentu.
- Tingkat
Pekembangan Moral Menurut Kohlberg
Selain faktor-faktor situasional seperti pekerjaan itu sendiri, supervisi,
dan budaya organisasi, perilaku etis seseorang dipengaruhi oleh tahap
perkembangan moral dan ciri-ciri kepribadian lainnya. sama seperti hirarki
kebutuhan Maslow, perkembangan moral terbentuk dari keinginan pribadi untuk
memperhatikan nilai-nilai universal.
Kohlberg menyatakan bahwa perkembangan moral individual seseorang berjalan
melalui tiga tahap :1. Tahap Preconventional : memiliki ciri perhatian terhadap diri sendiri
2. Tahap terhadap Conventional : ditandai dengan perhatian terhadap hukum dan norma-norma masyarakat
3. Tahap Principled : memiliki ciri ketaatan pribadi moral internal.
b. Mendorong Perilaku Etis
Carroll menyatakan bahwa jika perusahaan bisnis gagal menyatakan tanggung
jawab kebebasan memilih atau tanggung jawab etika, masyarakat (melalui
pemerintah) akan bertindak, yaitu dengan membuat tanggung jawab tersebut
menjadi tanggung jawab hukum. Akibatnya perusahaan mungkin akan semakin sulit
memperoleh kuntungan dibanding jika perusahaan dengan suka rela menerima
tanggung jawab etika dan tanggung jawab kebebasan memilih.
- Kode Etik
Mengembangkan kode etik merupakan cara yang bermanfaat untuk mempromosikan
perilaku etis. Sekitar separuh mulai dari perusahaan di AS sekarang menggunakan
kode etik. Sebagian besar manajer setuju bahwa kode etik perusahaan dan
pelatihan mengenai etika akan membantu mereka memahami isu-isu etika dan
mengarahkan aktivitas keseharian mereka.
Menurut laporan dari The Business
Rountable, asosiasi CEO dari 200 perusahaan besar di AS, kode etik merupakan
hal yang penting karena kode tersebut :
1. Menjelaskan
harapan perusahaan terhadap pekerja pada berbagai situasi
2. Menjelaskan
bahwa perusahaan mengharapakan pekerjanya mengetahui dimensi-dimensi etika
dalam keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan.
- Pedoman
untuk Perilaku Etika
Etika didefinisikan sebagai konsesus mengenai standar perilaku yang
diterima untuk suatu pekerjaan, perdagangan, atau profesi. Moralitas,
sebaliknya adalah ajaran-ajaran perilaku personal berdasarkan agama atau
filosofi. Hukum adalah perundang-undangan resmi yang mengijinkan atau melarang
perilaku tertentu dan mungkin dapat atau tidak dapat mendorong etika atau
moralitas.
Titik awal untuk paraturan etika adalah dengan mempertimbangkan tiga
pendekatan dasar terhadap perilaku etis : utilitarian, hak-hak individual, dan
peradilan.
Adapun
tiga pendekatan dasar terhadap perilaku etis yaitu :
1. Pendekatan manfaat (utilitarian approach)
Konsep etika yang
menyatakan bahwa perilaku-perilaku moral harus menghasilkan kebaikan terbesar
bagi kelompok mayoritas. Dengan pendekatan
ini, seorang pengambil keputusan diharapkan untuk mempertimbangkan akibat dari
setiap alternatif yang diambil terhadap semua pihak. Pendekatan utilitarian : tindakan dan perencanaan harus
dinilai berdasarkan akibat dari tindakan tersebut.
2. Pendekatan individualisme (individualism approach)
Konsep etika yang
menyatakan suatu tindakan adalah normal jika mendukung kepentingan jangka
panjang individu yang akhirnya mengarah kepada kebaikan yang lebih besar.Para
individu menghitung manfaat jangka panjang terbaik yang mereka peroleh sebagai
ukuran dari keberhasilan sebuah keputusan. Pendekatan hak-hak individual : kesadaran bahwa manusia
memiliki hak-hak dasar yang harus dihormati dalam semua keputusan.
3. Pendekatan keadilan (justice
approach)
Pendekatan Peradilan : pemahaman bahwa
pembuatan keputusan harus wajar, adil dan tidak bias dalam mendistribusikan
keuntungan dan kerugian bagi individual dan bagi kelompok. Konsep etika yang
menyatakan bahwa keputusan – keputusan mooral harus didasarkan pada standar
keadilan, kewajaran dan sikap tidak memihak.
c. CSR
dan Isu di Sekitarnya
Beberapa
bidang yang biasanya berada di bawah payung CSR adalah masalah lingkungan
hidup, HAM, kewarganegaraan, kepentingan skareholders, dan pembangunan
berkelanjutan. Pemilihan terhadap isu apa yang akan diangkat dalam program CSR
tentunya disesuaikan dengan karakter dan positioning korporat. Pemilihan isu
yang relevan akan memperkuat reputasi, sebaliknya pemilihan isu yang tidak
relevan akan membuang-buang dana. Selain itu, faktor lain yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan isu CSR adalah aspirasi dari komunitas yang
diketahui melalui needs assesment. Pengetahuan akan kebutuhan komunitas,
menjadi dasar dalam penyusunandan pemilihan isu yang akan dicanangkan melalui
program CSR.
1. CSR dan Isu
Lingkungan
CSR
dan pembangunan keberlanjutan menjadi sangat penting, jika dikaitkan dengan isu
lingkungan. Tuntutan untuk melakukan CSR menjadi tak terelakkan, ketika fakta
menunjukkan bahwa konsumsi korporat terhadap penggunaan SDA mencapai lebih dari
30 persen dari apa yang dapat disediakan oleh alam/lingkungan.
Dunia
kini mengalami kesulitan mendapatkan air bersih, hutan tropis semakin menipis,
kepunahan binatang langka, polusi udara, dan perubahan iklim. Penghematan dalam
penggunaan SDA dan pemakaian bahan daur ulang, sangat berperan penting dalam
mendukung pembangunan berkelanjutan, yang pada gilirannya akan membuat usaha di
daerah bersangkutan tetap dapat berlanjut. Tujuan dari kegiatan CSR terkait
pada pengurangan dampak buruk korporasi, dan penggunaan SDA sesuai dengan
kapasitas alam.
Berikut
adalah sejumlah fokus isu yang dapat dijadikan pilihan dalam penyusunan program
CSR :
- Global Warming
Pemanasan
global merupakan dampak atas terperangkapnya panas matahari di dalam atmosfir
bumi. Kondisi ini berakibat pada meningkatnya suhu permukaan bumi yang berekses
pada sejumlah hal, seperti menvairnya lapisan es di kutub hingga perubahan
iklim. Lembaga bisnis, sebagai salah satu penyumbang terjadinya global warming,
wajib turut andil dalam menangani masalah ini. Misalnya seperti program Green
and Clean yang dipelopori oleh Unilever. Program ini dikemas dalam bentuk
festival yang bertujuan untuk mengedukasi semua lapisan masyarakat tentang cara
mengurangi dampak pemanasan global dan menumbuhkembangkan pola hidup ramah
lingkungan.
- Kesehatan
Kondisi
perekonomian yang lemah ditandai dengan masih banyaknya rakyat miskin,
menjadikan isu kesehatan sebagai pusat perhatian yang tak boleh terlewatkan.
Kegiatan edukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan diri dan
lingkungan mutlak dilakukan. Aktivitas CSR seperti yang dilakukan Lifebouy
dengan kampanye cuci tangan patut dijadikan contoh oleh perusahaan lain.
- Pelestarian
hutan tropis
Kebakaran
dan pembalakan liat merupakan segelintir masalah yang senantiasa menghantui
dunia perhutanan Indonesia. Indonesia yang sempat dijuluki zamrud khatulistiwa
kini menjadi negara pengekspor asap ke negara tetangganya. Sejumlah pengamat
kehutanan memprediksi, jika kebakaran dan pembalakan liar ini terjadi
terus-menerus tanpa penanganan yang serius bisa dalam 30 tahun ke depan hutan
Indonesia akan ludes.
- Penghematan air
Air
disejumlah negara di Amerika, Eropa, dan Australia kian susut. Gerakan
pembatasan penghematan air melalui regulasi yang tegas dipraktikan oleh
pemerintah di negara-negara tersebut bahkan sampai pada pembatasan waktu untuk
konsumsi keseharian seperti mandi, cuci mobil, dan menyiram tanaman. Meskipun
kondisi semacam itu belum terjadi di Indonesia, bukan tidak mungkin suatu saat
hal yang sama akan terjadi apabila kebiasaan penggunaan air yang berlebihan
seperti sekarang.
2. CSR dan Isu
Sosial
Program
CSR juga dapat ditujukan untuk aktivitas edukasi terhadap perempuan. Edukasi
terhadap perempuan ini dimulai dari sejumlah program yang berbasis pada
kesetaraan gender dalam perilaku organisasi dan produk kebijakan perusahaan.
Sejumlah kebijakan perusahaan yang mengutamakan hak-hak pekerja perempuan,
melindungi mereka dari potensi pelecehan seksual di tempat kerja, serta
menjamin keselamatan pekerja lembur perempuan melalui pemberian pelatihan
bagaimana mempertahankan diri dari kejahatan sosial di masyarakat. Selain itu,
isu sosial tentang penyadaran tentang potensi, gejala, dampak dan solusi
masalah kekerasan dalam rumah tangga juga mendorong perempuan untuk dapat lebih
asertif dalam mengutarakan pemikiran, ide, dan harapannya dalam relasi antara
laki-laki dan perempuan baik dalam ranah private (keluarga) maupun publik (di
tempat kerja). Kemudian, tingginya angka kematian ibu hamil dan anak di
Indonesia akibat kurang asupan gizi dan perilaku hidup serta standar kesehatan
yang rendah dapat dijadikan sebagai sebuah isu dalam program CSR. Selain hal
tersebut doatas, perhatian pada usaha-usaha pelestarian budaya lokal juga dapat
dijadikan alternatif dalam pemilihan isu program CSR.
3. CSR dan Isu
Ekonomi
Terdapat
tiga hal di mana CSR ikut berpengaruh dalam perekonomian, yaitu
- Pendanaan dan
investasi
Kedua hal ini terkait dengan shareholders. Shareholders dapat memengaruhi korporat
melalui sejumlah aset yang dimilikinya. Ada yang mengatakan bahwa seseorang
berinvestasi untuk menciptakan kehidupan dimana mereka berada.
Kedua hal ini terkait dengan shareholders. Shareholders dapat memengaruhi korporat
melalui sejumlah aset yang dimilikinya. Ada yang mengatakan bahwa seseorang
berinvestasi untuk menciptakan kehidupan dimana mereka berada.
- Etika bisnis dan
korupsi
Korporasi
tidak akan berjalan baik tanpa didukung kekuatan manajemen yang baik. Salah
satunya, adalah dengan meminimalisasi terjadinya penyimpangan dan korupsi. Tak
hanya itu, korporat juga mesti keluar dari mindset pribadinya untuk dapat
menjalankan usahanya sesuai dengan etika bisnis.